Jepang: Shikarawago Desa Tradisional yang Cantik
March 11, 202128112019 TAKAYAMA GIFU
![]() |
Pemandangan di perjalanan ke observatory. |
![]() |
Sawah dan rumah tradisional dikanan-kiri. |
Sepi, dingin, hujan rintik-rintik. |
![]() |
Bosan oi, lari-lari yuk mumpung sepi. |
Kami lalu berjalan ke arah Observation Deck untuk melihat keseluruhan Shikarawago dari atas. Kami berjalan kurang lebih 15 menit dengan menantang angin serta hujan rintik-rintik yang saat itu turun. Sampai diatas kami mendapati sepasang orang tua yang meminta saya untuk memotret mereka berdua. Kami lalu berjalan lagi sampai di Tenshukaku Observatory dan berfoto di sana. Nah saat di Observatory ini, ada pekerja mereka yang menanyakan negara kami lalu disambut dengan bahasa kami seperti "Oh Indonesia, selamat datang, kamu bisa berfoto disini gratis." sambil diarahkan ke lokasi untuk berfoto mereka plus kamera kami dibawa dan digunakan untuk memfoto kami lalu mereka akan memfoto kami dengan kamera DSLR mereka sendiri.
Saat itu kami pikir mereka kok baik banget mau motoin kami di lokasi yang bagus ini dengan gratis, hingga akhirnya kami tahu kalau foto dari kamera DSLR mereka tadi diprint oleh mereka dan dijual dengan harga yang fantastis, JPY 1.200 ke kami. LOL. Ya semacam kalau lagi main di dufan gitulah, difoto lalu diperlihatkan hasil fotonya saat kami keluar lokasinya, kalau mau ya bayar, kalau ga mau ya dibuang. Ckckck.
Teman saya saat itu memutuskan untuk membeli foto tersebut sebagai kenang-kenangan. Berbeda dengan saya yang itung-itungan dan merasa cukup dengan foto di Mirrorless saya. Kami terlihat pucat sekali didalam foto tersebut, terlihat sekali kalau kami kedinginan serta kurang tidur karena kecapekan berjalan kaki terus menerus beberapa hari ini. Sebenarnya, ada shuttle yang bisa membawa wisatawan dari satu titik ke area Observatory ini. Namun berjalan kakipun ternyata juga bisa dan jaraknya tidak begitu jauh. Sesuaikan saja dengan kondisi badan masing-masing, kalau kami sih sengaja memilih berjalan kaki karena selain menghemat biaya juga tidak perlu menunggu kedatangan shuttle yang terjadwal tiap beberapa menitnya.
Nah, diperjalanan ke bawah lagi setelah puas dilokasi Observatory ini, saya dan teman tiba-tiba mengubah rencana untuk memperpendek waktu untuk berjalan-jalan di area ini. Kami lalu balik ke terminal dan meminta petugas untuk mengubah jadwal Bus kami ke pukul 15.30. Kami mengubah jadwal tersebut setelah melihat dari Observatory kalau ternyata Shikarawago tak sebesar itu dan kemungkinan sekali muter saja juga sudah selesai. Setelah petugas selesai mengubah jadwal tiket kami, kami lalu melanjutkan jalan-jalan kami kembali. Kami juga mampir ke toko kelontong untuk membeli makanan kecil semacam onigiri disana, namun karena tidak ada onigiri disana ya akhirnya kami keluar dengan tangan kosong. Kami berdua saling lihat-lihatan saat melihat kaos kaki dan sarung tangan murah disana, sangat murah dibanding yang kami beli di terminal takayama tadi pagi. Yahhh menyesal.
Kami lalu berjalan ke arah jembatan tali yang penuh dengan wisatawan berfoto disana, oyak atau bergoyang disana-sini tapi ya lumayan seru juga. Sementara saya didalam jembatan memfoto pemandangan disana, si teman ternyata sedang sibuk diujung jembatan tengah membenarkan jilbabnya yang licin itu. Saya lalu ke arah teman saya lalu kami melanjutkan berjalan kaki untuk mencari tempat makan karena kami sangat kelaparan saat itu. Kalau diingat-ingat ternyata terakhir kami makan itu kemarin malam, dan pagi tadi hanya memakan sisa-sisa makanan yg kami bungkus tadi malam dan hanya cukup untuk mengganjal perut sementara. Hawa dingin ternyata bisa membuat kami lebih sering kelaparan dibanding cuaca hangat.
Kami langsung mengambil handphone dan melacak keberadaan restoran dengan bintang minimal 4 disana. Setelah ketemu, kami langsung menuju restoran tersebut yang ternyata sedang tutup. Karena sudah tidak tahan dengan rasa kelaparan itu, kami lalu langsung saja mencari restoran manapun yang antriannya terlihat sedikit. Sekedar info, semua restoran disana saat itu penuh dan banyak orang-orang yang antri didepannya. Kami lalu antri saja disalah satu restoran bernama Nomura yang antriannya tidak begitu mengular, dan tidak sampai 2 menit kami langsung mendapat kursi serta siap menyantap makanan disana.
Sempat menyesal juga masuk restoran ini karena set yang disajikan ternyata sangat biasa dan porsinya kecil untuk makanan seharga JPY 1.050. Set yang kami pilih terdiri dari Soba dan Nasi, kami hanya membeli 1 set saja untuk dimakan berdua karena kami lihat pengunjung disebelah kami set yang dipilih porsinya sedikit padahal harganya lebih mahal dari yang kami pesan. Niatnya sih kami mau mencari tempat makan lagi di resto lain disana, tapi ya rencana hanyalah rencana. Kami berakhir tidak menemukan restoran lain lagi karena semuanya penuh dan akhirnya kami hanya berputar-putar saja di area Shikarawago yang luasnya hampir sama dengan kampung di desa saya ini.
Kami lanjut keliling dari satu gang ke gang lain lalu naik ke bagian atas Shikarawago yang terlihat lebih sepi. Rintik hujan juga makin menjadi-jadi dan sampai di atas kami berasa mentok tidak tahu mau ngapain lagi karena kesananya sudah tidak ada apa-apa lagi selain parkiran mobil. Ternyata membosankan juga jalan-jalan di Shikarawago saat itu, entah karena efek hujannya atau karena memang tidak ada aktifitas apa-apa selain foto-foto yang bisa kami jalani disana. Harusnya sih kami cari info dulu ada museum atau tidak disana, tapi ada museumpun juga tidak begitu membantu sepertinya. Entahlah, kami merasa sangat bosan disana, dan akhirnya kami turun lagi ke arah terminal sambil memeluk erat lengan kami karena hawa dingin makin merayap pelan-pelan masuk ke relung tubuh kami.
Saat itu masih pukul 12.30, kami yang sudah merasa bosan, diperjalanan ke arah terminal akhirnya memutuskan untuk mengubah rencana kami lagi. Setelah melihat jadwal keberangkatan bus ke arah Toyama paling dekat ternyata ada di pukul 13.20 yakni 40 menit lagi, kami langsung memutuskan untuk bergegas ke arah Terminal dan berharap bisa mengubah jam tiket kami lagi ke jam tersebut. Syukurnya petugas mempersilahkan kami untuk mengubah jadwal bus LAGI dan disaat yang bersamaan bus sudah stand-by dijalurnya, jadi kami langsung naik bus ke arah Toyama tersebut. Ya, ternyata di Shikarawago hanya dalam waktu 2-3 jam itu sudah sangat cukup, ya setidaknya buat kami yang kedinginan dan kebosanan saat itu.
Diperjalanan ke arah Terminal tadi, ada situasi dimana teman saya tiba-tiba nyeletuk begini:
"Dingin banget mi, pengen minum beer jadinya biar anget,"
Sayapun langsung sumringah dan menantang teman saya itu:
"Beneran mau? Kalau iya coba yuk beli 1 kaleng aja buat berdua, yang 3,5% aja." yang disambut hangat oleh teman dengan kata:
"Boleh yuk mi!".
Kami lalu berbagi tugas, saya ke arah toko kelontong dan teman ke arah terminal untuk menukarkan si tiket tadi. Biar tidak ketinggalan Bus ya harus bagi tugas kan, kalau dua-duanya nyari minuman ya dijamin sudah ditinggal si bus, apalagi sudah mepet begitu waktunya. Saya langsung saja mengambil 1 kaleng beer rasa lemon dengan kadar alkohol 3,5%nya. Lalu lari tunggang langgang ke arah terminal yang untungnya disambut hangat oleh tiket dadakan yang kami ubah untuk ketiga kalinya itu LOL. Kami lalu mengambil barang kami yang ditaruh dibelakang terminal, mengingat awalnya kami berencana pulang sore koper kami ditaruh agak dibelakang oleh si petugas. Cukup terlihat kalau si petugas penitipannya sedikit kesal karena bawaan kami keluar sebelum jadwalnya dan harus mendorong koper-koper didepannya untuk bisa mengeluarkan koper kami dari persembunyiannya. Tapi toh akhirnya lancar juga, dan akhirnya kamipun ikut keluar juga dari Shikarawago yang dingin, ramai, dan membosankan itu.
TOYAMA
Masih menunggu Bus, saya lalu ke toilet sebentar, lalu naik ke Bus yang ternyata hanya berpenumpang 7 orang beserta sopirnya itu, pantas kami mengubah jadwal sampai 3x pun petugasnya oke oke saja, ternyata karena sepi ini, coba kalau penuh dijamin ditolaklah kami. Bus yang lega seperti itu membuat saya dan teman mengambil kursi sendiri-sendiri agar sama-sama mendapat view jendela bus. Jendela itu seperti mata kan? Bisa mempertemukan kita dengan pemandangan indah di luar bus yang kami naiki. Dan benar, pemandangan indah arah Shikarawago ke Toyama ini membuat keputusan kami untuk mengambil kursi sendiri-sendiri menjadi sangat tepat karena viewnya indah sekali.
Kami akhirnya mencoba meminum beer dengan 3,5% alkohol tersebut, untuk pertama kalinya dalam 28 tahun kami hidup akhirnya kami menyicipi minuman bernama beer! Pas juga dengan hawa dingin seperti saat itu, dan lokasinya pun di Jepang pula kan! Beer ini ternyata rasanya enak juga ya, kehangatannya langsung menjalar ke tenggorokan kami pelan-pelan, tenggorokan dan dada-pun rasanya menjadi lebih hangat. Setelah saya meminumnya satu tegukan, teman saya meminumnya bergantian dengan saya. Teman saya hanya kuat 2x tegukan saja dan dia dada-dada ke saya alias menyerah karena tenggorokan dan dadanya terasa sangat panas setelah meminum beer tersebut. Saya masih meminumnya lagi sampai beberapa tegukan, sampai akhirnya beer kalengan tersebut tergeletak begitu saja di tempat botol di jok kursi depan saya tak saya sentuh lagi sampai saya turun didepan Toyama Stasiun.
Kami lalu asyik menikmati pemandangan perjalanan dari Shikarawago ke arah Toyama ini. Kami sempat melewati sekelebat desa tradisional lain yang terlihat dari sisi jalan tol. Gunung, dedaunan yang memerah, salju dipuncak gunung, serta sungai dibawah jembatan bergantian seperti roller film diantara jendela kami, sangat indah. Saat keluar dari area pegunungan kami mulai memasuki area jalan tol dengan pemandangan perumahan di pinggiran jalan serta sawah-sawah yang berjejer dikanan-kiri kami. Tak lupa saat melihat ke arah belakang bus, kami melihat pemandangan Alphinenya negara Jepang. Akan lebih bagus lagi jika kami mengambil jalur Shikarawago dari arah Toyama ini, karena Japanese Alphinenya kelihatan sangat jelas dan berjejer dengan indahnya didepan sana. Gunung membentang dari ujung ke ujung dengan siraman salju dipuncak-puncaknya. Sayang saja kemarin cukup mendung, jadi pemandangan gunungnya hanya terlihat samar-samar.
Japanese Alphine yang muram. |
Rumah disepanjang sisi tol. |
Dipersimpangan jalan. |
Sawah, Alphine, Rumah. |
![]() |
Menanti Shinkansen ke arah Tokyo. |
![]() |
Amazing Toyama, kalau cerah Alphinenya akan sebagus itu. |
Biaya : | |
Bus Tak-Shi | : JPY 2.400 |
Koper | : lupa |
Makan Shi | : JPY 1.050 |
Buk Shi-To | : JPY 1.730 |
Sushi | : IDR 209.501 |
TMP 72 Jam | : JPY 1.500 |
Samurai HA | : IDR 432.884 (berdua) |
Lainnya lupa |
umiatikah
1 Comments
Halo, Umi! Salam kenal!
ReplyDeleteBeneran deh di Shirakawa-go rasanya bingung banget mau ngapain!
Btw foto-fotonya bagus, salam kenal yaa!